” (YONO).
Jika YOLO diartikan sebagai ajakan untuk menikmati hidup tanpa batas, YONO hadir sebagai pengingat tentang pentingnya kesederhanaan dan menggunakan waktu dengan efisien.
Gaya hidup YONO mendorong masyarakat untuk fokus pada kebutuhan yang paling penting, dengan menggunakan satu barang atau solusi yang sudah cukup untuk memenuhi keperluan tertentu.
Akan apa dampaknya jika banyak orang masyarakat itu mengadopsi gaya hidup ini?
Menurut Endang Mariani, adalah observator psikososial dan budaya, efeknya bisa positif maupun negatif.
“Apa yang sudah pasti terjadi adalah budaya konsumtif akan berkurang. Kita bisa lebih berhemat dan mengurangi pemborosan atau belanja impulsif,” katanya kepada Sigap88.co, pada (8/1/2025).
Stres keuangan pada masyarakat juga menurun, sehingga menurutnya kesejahteraan mental akan meningkat.
“Kita tidak lagi berlari mengikuti tren dan berambisi untuk menunjukkan kekayaan, tetapi menumbuhkan solidaritas sosial,” jelasnya.
Hal ini dapat mengurangi kecemburuan sosial yang sering timbul karena kesenjangan sosiologis, secara khusus ketika seseorang merasa tertinggal dalam mengikuti tren.
Dengan demikian, masyarakat cenderung lebih menghargai adanya hubungan satu sama lain, dibandingkan hanya mengejar harta benda.
“Namun karena masyarakat sudah tidak lagi konsumtif, maka ada kemungkinan perusahaan akan mengurangi produksi barang, beredar di pasar uang berkurang, dan bisa mengelemkan pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
“Dampak positif dan negatif pasti ada, tergantung bagaimana cara kita mengaturnya. Bagaimana kita bisa mengubah dampak negatif menjadi positif,” tambah dia.
Misalnya, karena produksi dan konsumsi barang menurun, maka kerusakan lingkungan juga akan menurun secara tidak langsung.
“Dampak negatif terhadap lingkungan pun juga menurun, menurunkan polusi dan limbah,” tambahnya.