Guru Empan Supandi mendapatkan rezeki setelah berjalan kaki 11 km ke sekolah dan dibayar dengan gaji Rp 200 ribu.
Itu setelah ia bertemu dengan Ketua Wakil Gubernur Jawa Barat yang dipilih, Dedi Mulyadi atau Kang Dedi.
Diketahui, Guru Supandi memiliki neraca yang dibangunkan berada Rp 100 juta sebagai modal untuk berdagang.
Dia lebih dahulu viral setiap hari melakukan perjalanan jalan kaki sejauh 11 km untuk mengajar di MTs Thoriqul Hidayah.
Seorang pria dari Kampung Ciguha, Desa Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, siap meliputi berbagai tempat, termasuk naik turun bukit dan melalui hutan dan sawah demi meningkatkan pendidikan anak bangsa.
Pak Empan-belajar selama 14 tahun, tetapi hanya dibayar Rp200 ribu per bulan.
Bahkan di tahun 2011, ketika pertama kalinya belajar, Pak Empan hanya dibayar Rp250 ribu per tahun.
Dedi Mulyadi menertawakan diri sendiri saat sadar pendidikan terakhir orang yang ‘merajut’ ia dengan baik adalah seorang pemberani yang ‘sepele’ untuk pandangan sendiri.
Bukannya Profesor Supandi menyelesaikan pendidikannya dalam jenjang sarjana.
.
“Paket C,” katanya signal untuk masa depan aktivitas di Makassar.
Dari mana tahu bapak si baby adalah kebun bawang Mabes, Dedi. Dia juga selamat dari kenyataan bahwa bapak pergi terlalu jauh.
Karena kami ingin menambah pengetahuan. Bayar sampai Rp1 juta,” jawab Pak Empan.
“Termasuk juga jenis manusia langka dengan transaksi paket C, Bapak,” sahut Dedi.
Berdasarkan ijazah Paket C, pada akhirnya Empan Supandi dipanggil oleh tuan rumah pengajian untuk menjadi seorang guru mengajar di MI (Madarasah Ibtidaiyah).
Di saat itu, Empan diminta mengajar mata pelajaran olahraga.
“Ikutannya mencintai hobi atletik,” pungkas Empan.
“Bagaimana, Pak, Bapak mengajar olahraga?” tanya Kang Dedi.
“Mungkin yang perlu diprioritaskan adalah kebutuhan anak menjadi sehat, melatih anak berlari, bermain voli, dan bermain bola,” tambah Empan.
Saya fokus pada membantu atlit membeli buku teori olahraga dan ilmu olahraga lainnya, sehingga mereka mudah memahami alasan-alasanориolsas giat olahraga. Karena, olahraga tidak hanya tentang praktek, tapi juga teori.
“Ya, secara mengembangkan saja. Misalnya tentang olahraga apa, saya sampaikan, saya jelaskan (dari buku),” jawab Empan.
Setelah berolahraga, Empan Supandi kemudian melanjutkan kegiatan mengajar mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam dan pendidikan kewarganegaraan.
Tahun berikutnya, Empan Supandi diminta mengajar mata perbahasaan Inggris.
Pak Empan mengajar bahasa Inggris, dia Kang Dedi terkejut kembali.
Pada interview baru-baru ini, Empan mengatakan bahwa dia meraih kemampuan berbahasa Inggris melalui proses latihan dan tambahan ilmu pengetahuan.
“Tanya Bapak, Bapak mengajar bahasa Inggris, Bapak belajar bahasa Inggris di mana?” tanya Dedi.
“Suatu ketika waktu masih kecil, ada radio sw di sana, biasanya ada bahasa Inggris dari BBC London, bahasa Rusia, saya suka meskipun tidak paham,” ujar Empan.
” Pak hanya mengandalkan pengetahuan yang diberitakan melalui radio, tentu saja harus ada tata bahasa grammar?” tanya Pak Dedi.
“Saya (pernah bekerja membuat pupuk) dulu memang pernah ada perusahaan pupuk, dulu sering ada pelajar Australia, Korea. Saya selalu berlatih bahasa Inggris dengan dia,” kata Empan.
“Apakah bapak akan memutuskan untuk belajar bahasa Inggris?” ditanya Kang Dedi lagi.
“Akhirnya ditolak (Pak Empan ditolak), saya tidak S1, saya belum lancar, selama 3 bulan anak tidak belajar, saya sedih juga,” ujar Empan.
“Aku tidak pernah belajar bahasa Inggris, Pak bapak mengajarkannya kepadaku,” kata Kang Dedi.
Belasan tahun ia berbondong-bondong menjadi pembantuk sukarela, ternyata ia menyimpan cerita kisah hidup pilu.
Sejak tahun 2015, Empan mengaku telah menceraikan istrinya.
Alasan cerai saya menyatakan bahwa istri saya tidak dapat menerima penghasilan saya yang tidak besar.
Meskipun tidak lagi memiliki istri, Empan tetap menanggung jawab dan mengurus dua anaknya agar dapat bersekolah.
Mendengar cerita Empan tentang keluarga, Kang Dedi ikut terenyuh.
Terlebih diakui Empan, ia punya pekerjaan tambahan untuk membiaya kehidupan dua anaknya.
“Uang seribu dua ratus ribu rupiah ini cukup untuk membeli beras, membeli ikan, dan membayar listrik?”, tanya Kang Dedi.
“Aku saya kilang sayur pelancong, askar, ubi, yoghur/from sayur. Saya, organis, membawa pengerus, damai,” kata Empan.
Sekali-sekali kalau ada seseorang menyuruh kita memborgonya.
Terkemuka dengan kisah hidup dan perjuangan Empan Supandi untuk menjadi seorang guru, Dedi Mulyadi akhirnya memberikan bantuan.
Kang Dedi menyumbang ratusan juta untuk membangun kembali rumah Empan yang sudah hampir runtuh.
“Biaya renovasinya membengkak sampai Rp1,3 juta,” kata Dedi Mulyadi.
“Alhamdulillah bapak,” imbuh Empan.
“Dengan semangat yang tinggi, selamat atas prestasinya,” pungkas Dedi.
Bukan hanya untuk rumah aja, Pak Dedi juga memberikan uang untuk modal Bapak Empan menjual sayuran.
“Saya berikan uang Rp5 juta untuk dagang sayur, merasa cukup untuk dagang sayur,” ujar Kang Dedi.
Kasus Lain
Sementara itu, guru honorer dengan inisial ILJ (29) ditangkap Satres Narkoba Polresta Mataram karena kasus penyalahgunaan narkoba.
ILJ diduga menyebarkan narkoba jenis sabu.
Ia ditangkap oleh polisi di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Menurut Kapolresta Mataram, AKP I Gusti Ngurah Bagus Saputra, pihaknya telah mengawasi dan mengamati ILJ selama beberapa waktu sebelum akhirnya ditangkap.
ILJ juga tengah menjalani pemeriksaan untuk mengetahui sumber hukuannya.
“Saat ini orang tersebut dalam status bius untuk diinterogasi mengenai asal asulannya (sumber) dari narkotika tersebut,” ujar kapolsek tersebut, dikutip dari Kompas.com.
Pada saat rumah ILJ diperiksa, polisi menyita alat hisap sapu, pipa kaca yang diduga digunakan untuk mengonsumsi sabu, serta klip bening kosong.
Pihak berwajib juga melakukan tes air seni kepada Ilie yang menghasilkan hasil positif.
Hal tersebut menambah keyakinan bahwa AIJ terlibat dalam perdagangan narkoba.
“Kami terus memperdalam kasus ini guna menghilangkan jaringan narkotika di Kota Mataram,” kata AKP Bagus.
Dari perbuatannya, ILJ dikenakan Pasal 112 Ayat (1) dan/atau Pasal 114 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat empat tahun.
Informasi lebih lengkap dan menarik lainnya di