Kebijakan Subsidi Perumahan dan Dampaknya pada Sektor Properti
Program pemerintah terkait perumahan subsidi terus mendapat perhatian. Meskipun dampaknya masih terbatas, kebijakan ini dinilai sebagai sentimen positif terhadap kinerja sejumlah perusahaan yang terkait dengan sektor properti.
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) telah memastikan bahwa penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor perumahan atau disebut Kredit Program Perumahan (KPP) akan mulai berjalan pada 2025. Selain itu, sebanyak 25.000 hingga 30.000 unit rumah subsidi direncanakan diluncurkan secara serempak di seluruh Indonesia pada bulan September ini. Peluncuran tersebut merupakan bagian dari program 3 juta rumah yang ditargetkan dapat tercapai pada tahun ini. Pembangunan dan renovasi rumah subsidi ini diperkirakan bisa dilakukan oleh pemerintah maupun individu.
Selain itu, kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) juga meningkat menjadi 350.000 unit, naik dari sebelumnya 220.000 unit. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendorong pembangunan perumahan bersubsidi.
Emitter yang Diuntungkan
Menurut Fath Aliansyah, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, emiten yang paling diuntungkan dari kebijakan ini adalah PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN). Hal ini karena BBTN memiliki akses dana sebesar Rp 200 triliun dari Kementerian Keuangan dan fokus pada kredit rumah.
Sementara itu, Marolop Alfred Nainggolan, Kepala Riset Praus Capital, melihat bahwa stimulus ini akan mendorong permintaan rumah bersubsidi. Oleh karena itu, developer rumah bersubsidi akan merasakan dampak positif secara langsung. Secara tidak langsung, pertumbuhan sektor perumahan juga akan menggerakkan sektor lain seperti perbankan dan bahan material seperti semen, baja, serta cat.
Namun, dampak terhadap kinerja emiten tetap harus dilihat lebih detail. Menurut Alfred, pemerintah pernah menyampaikan bahwa masih banyak rumah subsidi yang belum dihuni. Artinya, ada masalah dalam penyerapan yang bisa menjadi faktor respon pasar terhadap kebijakan ini.
Pengembang yang Terdampak Langsung
Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas, menjelaskan bahwa pengembang yang fokus pada pembangunan rumah subsidi dengan cadangan lahan di kota satelit dan memenuhi kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) akan paling diuntungkan. Percepatan perizinan oleh Kementerian PKP dan kenaikan kuota FLPP ke 350.000 unit pun membuka peluang eksekusi bagi pemain yang gesit.
Di sisi pembiayaan, BBTN akan terdampak langsung karena tambahan kuota FLPP yang meningkat. Ini akan memperkuat pipeline KPR subsidi. Selain itu, sektor bahan bangunan seperti semen (SMGR dan INTP), cat (AVIA), keramik (ARNA), dan baja panjang (KRAS) juga akan terdorong karena adanya peningkatan volume pembangunan unit.
Tantangan dan Resiko
Meski demikian, kebijakan ini juga memiliki tantangan. Misalnya, bottleneck perizinan atau utilitas di daerah, kesiapan lahan matang, kecepatan verifikasi MBR oleh bank, serta jarak realisasi FLPP tahun ini yang baru mencapai sekitar 47% per awal September. Potensi kenaikan biaya material atau kontraktor juga bisa menekan margin.
Prospek dan Rekomendasi
Alfred melihat bahwa saat ini sektor properti mendapat outlook positif dari tren penurunan suku bunga global. Hal ini mendorong kemampuan beli masyarakat melalui penurunan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR). Namun, meskipun suku bunga menurun, tampaknya belum ada dampak signifikan dalam mendorong permintaan di sektor perumahan akibat perlambatan ekonomi domestik.
Menurut Alfred, pilihan untuk sektor properti masih tetap pada saham-saham first liner yang memiliki valuasi murah. Contohnya, BSDE, SMRA, dan PWON yang memiliki potensi upside harga di atas 20% dalam 12 bulan terakhir jika melihat valuasinya saat ini.
Liza melihat bahwa percepatan perizinan PKP dan kuota FLPP menjadi sentimen positif terbesar bagi pemain MBR yang siap eksekusi cepat. Developer properti menengah ke atas seperti BSDE, PWON, dan ASRI bisa terdampak lebih tidak langsung dari sentimen bunga KPR yang membaik, tetapi tanpa “boost” FLPP.
Rekomendasi Saham
Beberapa emiten properti yang dapat terdampak langsung dari kebijakan ini antara lain:
- PT Ciputra Development Tbk (CTRA): Memiliki eksposur via proyek Citra Maja Raya dengan konsep transit oriented development (TOD).
- PT PP Properti Tbk (PPRO): Rekam jejak rusunami dengan skema FLPP di proyek Gunung Putri Square.
- PT Repower Asia Indonesia Tbk (REAL): Pipeline landed house terjangkau dan berkolaborasi dengan porsi subsidi MBR.
- PT Graha Mitra Asia Tbk (RELF): Fokus pada perumahan terjangkau di Bogor dengan permintaan yang ditopang KPR.
- PT Ingria Pratama Capitalindo Tbk (GRIA): Mengembangkan rumah subsidi di Samarinda dan Purwakarta.
- PT Summarecon Agung Tbk (SMRA): Masih belum sebagai pelaku FLPP, tetapi membuka peluang ikut Program 3 Juta Rumah.
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, menambahkan bahwa era suku bunga rendah kemungkinan baru akan tercatatkan di kinerja emiten properti pada kuartal IV 2025 nanti. Ia merekomendasikan accumulative buy untuk ASRI, BSDE, dan PANI dengan target harga masing-masing Rp 199 per saham, Rp 1.255 per saham, dan Rp 18.100 per saham. Rekomendasi add juga diberikan untuk CBDK dengan target harga Rp 8.750 per saham.