Kolaborasi Teknologi dan Kearifan Alam untuk Ketahanan Pangan Nasional
Di tengah tantangan perubahan iklim dan menurunnya produktivitas lahan, seorang tokoh masyarakat Klaten, KH Syamsuddin Asyrofi, menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara teknologi pertanian modern dan kearifan alam dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Ia menyampaikan hal tersebut setelah menghadiri rapat koordinasi penyiapan penyemprotan tanaman padi menggunakan teknologi drone pertanian, yang berlangsung di kantor FKUB Klaten pada Jumat 10 Oktober 2025.
Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara FKUB Klaten dan PT Agro Maha Sida Jakarta. Rencananya, acara akan dilaksanakan di kawasan Victoria Garden, Desa Sidowarno, Kecamatan Wonosari, pada Sabtu 11 Oktober 2025. Acara ini akan dihadiri oleh para petani muda dan pegiat pertanian Klaten yang diharapkan menjadi pelopor penerapan teknologi ramah lingkungan di sektor pangan.
Teknologi dan Alam Harus Berjalan Seiring
Menurut Syamsuddin, penggunaan teknologi pertanian modern tidak berarti meninggalkan prinsip-prinsip alami. Justru, keduanya perlu saling bersinergi agar hasil pertanian semakin efisien, berkelanjutan, dan tetap selaras dengan keseimbangan ekosistem.
“Penguatan ketahanan pangan nasional tidak bisa hanya mengandalkan alam semata atau teknologi semata. Harus ada sinergi antara keduanya,” ujar Syamsuddin. Ia menjelaskan bahwa penerapan teknologi dalam sektor pangan melibatkan seluruh proses — mulai dari produksi, pengolahan, distribusi hingga konsumsi. Tujuannya adalah memastikan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bergizi, dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat.
Pengembangan Varietas Unggul dan Pangan Alternatif
Salah satu contoh nyata inovasi tersebut adalah penggunaan drone dan sensor IoT (Internet of Things) dalam sistem pertanian presisi (smart farming). Dengan sistem ini, petani dapat memantau kebutuhan air, pupuk, serta pestisida secara akurat melalui data digital.
“Smart farming membuat petani bisa mengoptimalkan sumber daya seperti air dan pupuk, sehingga produktivitas meningkat tanpa merusak lingkungan,” jelas Syamsuddin. Selain efisiensi, teknologi ini juga membantu mengurangi limbah dan emisi karbon, sehingga mendukung upaya mitigasi perubahan iklim.
Dalam kesempatan yang sama, Ir. Sunarso, ahli pertanian dari FKUB Klaten, menjelaskan pengembangan varietas unggul merupakan langkah penting untuk menciptakan tanaman yang lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca ekstrem. “Melalui biofortifikasi, kita juga bisa meningkatkan nilai gizi tanaman. Ini penting untuk menghadapi ancaman krisis pangan global,” jelas Sunarso.
Ia menambahkan, saat ini dunia pertanian juga tengah mengembangkan makanan nabati dan daging hasil laboratorium sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dibandingkan peternakan tradisional. “Kita tidak menolak inovasi, tapi harus memastikan semuanya tetap beretika dan berkelanjutan,” imbuhnya.
Big Data, Iradiasi, dan Pengolahan Panas Rendah
Sunarso juga menyoroti pentingnya Big Data dalam manajemen rantai pasok pangan. Analisis data besar dapat membantu memprediksi permintaan pasar, mengurangi pemborosan, serta meningkatkan efisiensi distribusi pangan. Selain itu, teknologi seperti iradiasi pangan (penggunaan radiasi aman untuk memperpanjang masa simpan dan menjaga kualitas makanan) kini mulai diterapkan secara luas.
Sementara pengolahan panas rendah diyakini mampu mempertahankan kandungan nutrisi sekaligus memperkaya cita rasa produk pangan. “Dengan teknologi yang tepat, kita bisa menghasilkan lebih banyak pangan berkualitas dengan sumber daya yang lebih sedikit,” jelasnya.
Menuju Sistem Pangan yang Tangguh dan Berkelanjutan
Baik Syamsuddin maupun Sunarso sepakat bahwa masa depan pertanian Indonesia terletak pada kemampuan menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan prinsip-prinsip ekologis. Keduanya menekankan pentingnya menjaga kelestarian alam sambil terus berinovasi untuk mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, krisis air, dan keterbatasan lahan.
“Tujuan akhirnya adalah menciptakan sistem pangan yang tangguh, aman, dan berkelanjutan. Makanan yang kita hasilkan harus bergizi, aman dikonsumsi, dan tidak menambah beban lingkungan,” pungkas Syamsuddin.