Demonstrasi yang Berlanjut dan Dampak Kesehatan dari Gas Air Mata
Demonstrasi yang berlangsung selama tiga hari setelah kematian Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang tertabrak kendaraan taktis Brimob, semakin memanas. Ketegangan terus meningkat dengan munculnya bentrokan di berbagai kota serta penggunaan senjata kimia seperti gas air mata terhadap para demonstran. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak kesehatan jangka panjang yang bisa terjadi akibat paparan bahan kimia tersebut.
Presiden Prabowo Subianto mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap oknum-oknum yang mencoba memicu kerusuhan dan menciptakan kekacauan. Ia menyampaikan pesan tersebut pada Sabtu, 30 Agustus 2025, dengan mengajak seluruh warga negara tetap tenang dan percaya kepada pemerintah yang ia pimpin. Menurutnya, pemerintah akan terus berupaya melakukan yang terbaik bagi rakyat dalam situasi seperti ini.
Polisi menggunakan gas air mata secara intensif untuk membubarkan massa yang melempari aparat dengan batu dan botol. Namun, tindakan ini memicu kekhawatiran baru mengenai dampak kesehatan dari paparan gas air mata terhadap warga sipil. Organisasi nirlaba internasional berbasis medis, Physicians for Human Rights (PHR), memberikan penjelasan tentang efek jangka panjang dari paparan zat kimia ini.
Dampak pada Mata
Gas air mata bekerja dengan mengiritasi jaringan sensitif pada konjungtiva dan kornea. Saat terpapar, korban biasanya mengalami iritasi mata, air mata deras, kemerahan, dan nyeri hebat. Banyak korban juga mengalami kejang kelopak mata tak terkendali yang membuat mata tertutup rapat, sehingga sulit dibuka meskipun ingin melihat. Kondisi ini sering berujung pada kebutaan sementara, terutama jika paparan terjadi di ruang sempit atau dalam konsentrasi tinggi.
Jika tidak segera ditangani, kerusakan pada mata bisa menjadi permanen. PHR mencatat adanya risiko luka bakar pada kornea, abrasi, laserasi, hingga penglihatan kabur berkepanjangan yang berpotensi berkembang menjadi kebutaan. Risiko ini lebih besar pada mereka yang tidak mendapat pertolongan medis secepatnya.
Gangguan Sistem Pernapasan
Salah satu efek paling berbahaya dari gas air mata adalah gangguannya terhadap sistem pernapasan. Zat kimia ini dapat memicu peradangan di saluran napas yang menyebabkan batuk hebat, rasa terbakar di dada, hingga kesulitan bernapas. Otot polos saluran napas bisa ikut berkontraksi, membuat jalur udara semakin sempit. Gejala ini dapat menimbulkan rasa panik, memperburuk kondisi korban.
Bagi penderita asma atau penyakit paru kronis, paparan sekecil apapun bisa menjadi ancaman serius. Serangan secara tiba-tiba dapat menyebabkan hipoksia, yakni kondisi kekurangan oksigen dalam tubuh. Dalam kasus khusus, hipoksia bisa berkembang menjadi henti napas dan berujung pada kematian.
Iritasi Kulit
Kulit juga menjadi salah satu organ pertama yang terkena dampak paparan gas air mata. Dalam hitungan menit, korban biasanya merasakan sensasi terbakar, disertai kemerahan dan rasa gatal yang sulit ditahan. Dalam kondisi paparan berat, iritasi kulit bisa berkembang menjadi masalah yang lebih serius. PHR mencatat adanya kasus munculnya lepuh, luka bakar kimia, bahkan reaksi alergi hebat. Kondisi ini berpotensi memperparah keadaan, khususnya bila korban tidak bisa segera membersihkan diri atau mendapatkan perawatan medis yang memadai.
Risiko Kardiovaskular
Gas air mata juga berdampak pada sistem kardiovaskular. Paparan zat kimia ini dapat meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah dalam waktu singkat. Pada orang sehat, efek ini mungkin hanya menimbulkan rasa berdebar. Namun pada mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung, peningkatan tersebut bisa memicu gangguan serius. Hipoksia akibat kesulitan bernapas membuat jantung bekerja lebih keras untuk mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh. Kombinasi peningkatan tekanan darah dan kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan serangan jantung mendadak.
Dampak pada Mulut dan Sistem Pencernaan
Selain mata, pernapasan, dan kulit, paparan gas air mata juga berdampak ke mulut serta sistem pencernaan. Gejalanya biasanya dimulai dari hidung yang terasa perih, disertai peradangan, bersin terus-menerus, dan sensasi terbakar di tenggorokan. Di mulut, korban dapat mengalami rasa sakit, air liur berlebihan, mual, hingga muntah. Muntah berulang yang dipicu oleh toksisitas zat ini dapat menimbulkan masalah kesehatan lebih lanjut. Pembuluh darah di kerongkongan atau lambung bisa pecah, menimbulkan rasa sakit yang bertahan lama.
Efek Psikologis
Efek gas air mata tidak berhenti pada fisik. PHR menyebut, gejala seperti sesak napas, nyeri, dan iritasi tubuh kerap menimbulkan disorientasi. Rasa takut dan panik yang datang tiba-tiba bisa membuat korban kehilangan kendali diri. Paparan berulang dari senjata kimia tersebut dalam jangka waktu panjang bahkan berpotensi menimbulkan dampak psikologis serius. PHR mencatat beberapa kasus di mana korban mengalami gangguan stres pasca trauma (PTSD) setelah terpapar gas air mata dalam aksi massa.