Isu Peleburan Kementerian BUMN dengan Danantara Mengundang Perhatian Pasar
Isu mengenai kemungkinan peleburan antara Kementerian BUMN dan Danantara kembali menjadi perbincangan hangat di kalangan investor. Hal ini menimbulkan ketidakpastian terhadap emiten pelat merah, yang sebagian besar masih dalam posisi menunggu dan melihat (wait and see). Pergeseran jabatan Menteri BUMN dari Erick Thohir ke posisi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) memicu berbagai spekulasi mengenai perubahan struktur dan arah kebijakan pemerintah.
Dony Oskaria, Wakil Menteri BUMN, kini menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Menteri BUMN sekaligus sebagai COO Danantara. Kombinasi jabatan ini memperkuat isu bahwa ada rencana integrasi antara dua entitas tersebut. Dampaknya, beberapa aksi korporasi emiten pelat merah harus menunggu persetujuan Danantara sebelum dapat dilakukan.
Salah satu contohnya adalah rencana merger antara emiten BUMN Karya yang ditargetkan selesai pada akhir tahun 2025. Sekretaris Perusahaan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), Ngatemin atau Emin, menyatakan bahwa perusahaan tetap fokus pada peningkatan tata kelola, digitalisasi, dan inovasi metode kerja agar proyek-proyek yang sedang berjalan dapat selesai sesuai target. Ia juga menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan konsolidasi yang diambil oleh pemerintah.
Equity Analyst dari Indo Premier Sekuritas, Hari Rachmansyah, mengatakan bahwa isu peleburan dan pergeseran kursi strategis di BUMN menciptakan risiko tata kelola (governance risk) yang bisa memengaruhi proyek dan strategi bisnis. Investor asing cenderung menunggu dan melihat akibat meningkatnya risiko politik.
Dinamika Pasar Saham Emitter Pelat Merah
Meski ada ketidakpastian, indeks IDX BUMN20 masih mengalami pertumbuhan sebesar 5,38% sejak awal tahun. Namun, pergerakan pasar belum menunjukkan respons signifikan terhadap kekosongan kursi Menteri BUMN atau isu peleburan. Menurut Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan, pelaku pasar masih dalam posisi menunggu dan melihat, sementara konstituen indeks belum banyak bergerak.
Di sisi lain, asing masih melakukan penjualan bersih (net sell) terhadap beberapa emiten pelat merah seperti Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Negara Indonesia (BBNI). Faktor-faktor seperti melambatnya pertumbuhan kredit dan kekhawatiran terhadap stabilitas fiskal pasca reshuffle menjadi alasan utama. Namun, ada juga emiten yang berhasil menarik minat asing, seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Aneka Tambang (ANTM), Perusahaan Gas Negara (PGAS), dan Telkom Indonesia (TLKM).
Ekky menilai bahwa sentimen positif terhadap BBRI didorong oleh penurunan LDR yang lebih rendah dibandingkan bank lainnya. Sementara itu, ANTM mendapat dukungan dari tren kenaikan harga emas, dan TLKM memiliki potensi dari rencana IPO anak usaha data center.
Prospek dan Rekomendasi Investasi
Secara prospek, emiten-emiten BUMN tetap menawarkan potensi pertumbuhan yang menarik. Ekky mengatakan bahwa penurunan suku bunga BI, suntikan likuiditas Rp200 triliun ke perbankan, serta proyek hilirisasi dan infrastruktur akan menjadi katalis utama. Fokus investor diperkirakan akan kembali ke sektor energi, infrastruktur, dan tambang.
Rekomendasi investasi dari Hari mencakup BBRI, BMRI, dan BBNI untuk sektor perbankan. Untuk sektor komoditas, ANTM direkomendasikan beli. Sementara itu, TLKM dan PGAS juga dinilai menarik dengan target harga masing-masing sebesar Rp3.700 dan Rp1.900 per saham.
Prospek kinerja emiten BUMN dalam indeks BUMN20 tetap menarik selama fundamental solid dan yield dividen kompetitif. Sentimen positif dipengaruhi oleh penguatan harga komoditas, pemangkasan suku bunga, dan potensi efisiensi pasca konsolidasi BUMN.