Sejarah dan Pertumbuhan E-commerce
Penjualan online pertama kali terjadi pada tahun 1994 melalui laman NetMarket dengan penjualan album Sting. Pada pertengahan 1990-an, Amazon dan eBay mulai beroperasi. Sejak saat itu, belanja online tumbuh pesat seiring perubahan perilaku konsumen dan kemajuan teknologi digital. Pada tahun 2025, diperkirakan sekitar 33% populasi dunia, yaitu sekitar 2,77 miliar orang, akan berbelanja online dengan nilai mencapai US$6,8 triliun.
Organisasi konservasi laut Oceana melaporkan bahwa 35% dari seluruh penjualan ritel global pada tahun 2022 berasal dari e-commerce, meningkat dari 18% pada tahun 2017. Menurut estimasi eMarketer, nilai penjualan e-commerce pada tahun 2022 mencapai US$5,13 triliun, dan diprediksi akan mencapai US$8,09 triliun pada tahun 2028.
Dampak Lingkungan dari E-commerce
Industri e-commerce menjadi salah satu sumber timbulan sampah plastik yang tumbuh paling cepat, menyumbang masalah polusi plastik. Sebanyak 99% plastik berbasis minyak bumi tidak dapat terurai secara alami. Hingga 90% dari plastik tersebut akhirnya berakhir di tempat pembuangan akhir (landfill), terurai menjadi microplastics yang mencemarkan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia. Kerugian ekonomi terkait kesehatan akibat polusi plastik mencapai lebih dari US$1,5 triliun per tahun. Oleh karena itu, laju peningkatan masalah ini perlu dikendalikan.
Pertumbuhan E-commerce dan Sampah Kemasan Plastiknya
Pembatasan mobilitas selama pandemi Covid-19 telah mengubah gaya hidup dan mempercepat pertumbuhan e-commerce. Berikut proyeksi pertumbuhan e-commerce:
- Cina sebagai negara dengan pasar e-commerce terbesar pada tahun 2023 dengan nilai US$1,26 triliun.
- Amerika Serikat dengan nilai US$1,07 triliun.
- Jepang dengan nilai US$151,03 miliar.
Kemasan e-commerce dirancang untuk melindungi barang selama pengiriman. Berbeda dengan perdagangan konvensional, dalam e-commerce barang dipesan melalui internet dan dikirim langsung ke konsumen. Riset Korea Selatan pada tahun 2022 menemukan bahwa belanja online menghasilkan 4,8 kali lebih banyak sampah kemasan dibanding belanja offline. Pasar kemasan e-commerce global bernilai US$49,74 miliar pada tahun 2023 dan diproyeksikan naik menjadi US$53,35 miliar pada tahun 2024 hingga US$4,19 miliar pada tahun 2032.
Pengemasan Berlebihan dalam E-commerce
Beberapa alasan terjadinya pengemasan berlebihan atau overpackaging dalam industri e-commerce antara lain:
- Kemasan berperan penting dalam komunikasi pemasaran dan membentuk kesan positif bagi konsumen. Menurut riset, 52% konsumen e-commerce akan belanja lagi jika paket diterima dalam kemasan yang baik.
- Pengalaman unboxing menjadi momen penting, sehingga perusahaan perlu memperbaiki pengalaman konsumen melalui kemasan yang fungsional dan estetik.
- Jumlah konsumen yang berbelanja dari platform internasional meningkat, sehingga diperlukan kemasan berlapis-lapis untuk pengiriman jarak jauh.
- Fasilitas pengembalian barang menambah pemakaian material kemasan dan sampah.
Overpackaging sudah menjadi lumrah, sehingga perlu diperhatikan oleh pembuat kebijakan karena dampak lingkungan dan pemborosan energi serta emisi karbon.
Upaya Solusi untuk Mengurangi Sampah Kemasan Plastik
Penanganan masalah plastik kemasan e-commerce memerlukan keterlibatan pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Beberapa negara melarang jenis plastik tertentu, seperti Taiwan, Korea Selatan, Kanada, dan Spanyol yang melarang penggunaan kemasan PVC. Uni Eropa mengeluarkan PPWR (Packaging and Packaging Waste Regulation) yang membatasi area kosong dalam kotak kemasan maksimum 40%. Spanyol mengenakan pajak pada kemasan yang tidak bisa dipakai ulang. Cina mendorong pengurangan penggunaan kemasan plastik sekali pakai pada 2025 dan menyediakan 10 juta kotak pakai ulang.
Perusahaan perlu berinvestasi dalam inovasi desain dan teknologi untuk efisiensi dan sirkularitas kemasan. Contohnya, perusahaan e-commerce Belanda menggunakan mesin otomatis untuk mengemas barang dengan minimum ruang kosong. Penggunaan material alternatif seperti bioplastik dan karton juga menjadi solusi. Meskipun produksi karton menghasilkan lebih sedikit emisi karbon dibanding plastik, investasi awal tetap menjadi tantangan.
Kesadaran Konsumen dan Tantangan Masa Depan
Kesadaran akan keberlanjutan perlu dipromosikan di tengah konsumen e-commerce yang lebih mengutamakan harga, jumlah, dan waktu pengiriman. Laporan UNCTAD menyebutkan bahwa 66% konsumen Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan sadar pentingnya membeli produk dengan kemasan ramah lingkungan. Perusahaan e-commerce mulai memberikan opsi kemasan tambahan dengan biaya tambahan.
Kenyamanan belanja online harus diimbangi dengan kesadaran menjaga lingkungan. Perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk mengurangi dampak lingkungan dari pertumbuhan e-commerce.